Menghitung persediaan barang dengan tepat menjadi salah satu langkah penting untuk menjaga kelancaran operasional usaha. Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk menghitung persediaan barang seperti FIFO, LIFO, dan Rata – rata Tertimbang. Namun, rumus untuk menghitung persediaan akhir barang dengan persediaan awal ditambah dengan pembelian bersih, lalu dikurangi dengan harga pokok penjualan (HPP). Cari tahu lebih lengkap di sini, yuk:
Menurut laman Shopify, persediaan akhir adalah total nilai dari produk yang dimiliki untuk dijual pada akhir periode akuntansi, misalnya akhir tahun fiskal.
Persediaan akhir dapat mengacu pada bisnis manufaktur, perdagangan, atau layanan. Serta mencakup bahan baku, barang dalam proses, sampai barang jadi.Sementara itu, persediaan akhir barang dagangan merupakan jumlah barang untuk bisnis yang lebih spesifik seperti, perdagangan atau ritel yang masih tersedia untuk dijual di akhir periode.
Persediaan akhir sangat penting bagi usaha karena akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan harga pokok penjualan yang pada akhirnya mempengaruhi perhitungan laba bersih bisnis.
Apabila, terjadi kesalahan perhitungan pada persediaan akhir maka akan berakibat pada kesalahan laporan laba rugi dan neraca.
Ada beberapa cara menghitung persediaan akhir barang dagang, namun itu tergantung dari metode yang digunakan oleh usaha Sobat Folio. Berikut ini adalah rumus yang sering digunakan:
Persediaan Akhir: (Persediaan Awal Pembelian) - Harga Pokok Penjualan (HPP).
Keterangan:
Persediaan Awal adalah jumlah barang yang tersisa di gudang pada awal periode perhitungan, misalnya awal bulan atau awal tahun.
Pembelian adalah semua pembelian barang dagang selama periode perhitungan, baik yang sudah diterima maupun yang masih dalam perjalanan (in transit)
Harga Pokok Penjualan (HPP) yaitu total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memproduksi barang dalam periode tertentu atau harga modal dari produk yang dijual.
Untuk lebih jelasnya, mari lihat contoh di bawah ini:
Misalnya, sebuah toko pakaian memiliki nilai persediaan akhir di tahun 2022 yaitu Rp.20.000.000. maka dengan otomatis nilai ini akan menjadi persediaan awal di tahun 2023. Selama tahun 2023 toko tersebut melakukan pembelian barang tambahan sebesar Rp.15.000.000 dengan HPP yaitu Rp.10.000.000, maka cara menghitung nilai persediaan akhir di tahun 2023 adalah:
Persediaan Akhir: (Rp.20.000.000 Rp. 15.000.000) - Rp.10.000.000
Persediaan Akhir: Rp.25.000.0000
Jadi, nilai persediaan akhir di tahun 2023 pada toko pakaian adalah Rp.25.000.000
Ada beberapa cara untuk menghitung persediaan akhir barang, Sobat Folio dapat memilih menggunakan metode mana yang ingin dipakai karena kembali lagi pada kebutuhan dari masing – masing usaha.
Dalam metode FIFO, barang yang pertama kali masuk toko atau gudang dianggap sebagai barang yang pertama kali di jual atau keluar.Agar semakin paham, di bawah ini contoh cara perhitungan metode FIFO.
Contoh soal FIFO:
Suatu bisnis memiliki transaksi persediaan buku selama bulan Januari dengan rincian sebagai berikut:
Pada tanggal 25 Januari buku tersebut terjual sebanyak 300 buah. Berapa nilai persediaan akhirnya:
Diketahui: Penjualan : 300 buah buku
Ditanya: Nilai persediaan akhir barang?
Jawaban: Karena stok pertama masuk di tanggal 1 januari dengan pembelian 100 buku seharga 2000, maka kita mulai melakukan perhitungan dari sana.
100 buku x Rp. 2000 = Rp. 200.000
Sisa: 300 - 100 = 200.
Selanjutnya, persediaan akan diambil di tanggal berikutnya yaitu 10 Januari dengan pembelian sebanyak 150.
150 buku x Rp. 2500 = Rp. 375.000
Sisa: 200 - 150 = 50.
50 buku akan diambil dari tanggal 20 Januari yaitu sebesar 3000.
50 buku x Rp. 3000 = Rp. 150.000
Maka, cara menghitung harga pokok penjualan (HPP) dengan metode FIFO adalah menambahkan semua perhitungan barang terjual.
Rp. 200.000 Rp. 375.000 Rp. 150.000 = 725.000
Lalu, cara menghitung persediaan akhirnya adalah sisa barang dikali dengan total harga yang terakhir dikirim yaitu pada tanggal 20 Januari:
Sisa barang di tanggal 20 Januari 200 - 50 = 150 buku
Maka, 150 buku x Rp. 3000 = Rp. 450.000
Berbeda dengan FIFO, metode LIFO menganggap bahwa barang yang terakhir dibeli sebagai barang yang pertama kali dijual.
Melanjuti dari kasus di atas, maka perhitungannya adalah:
Barang yang terjual 300 buah akan diambil dari stok terakhir (200 buku pada tanggal 20 Januari) dan sisanya dari pembelian sebelumnya (100 buku pada tanggal 10 Januari)
Harga Pokok Penjualan (HPP) diperoleh dari:
200 buku x Rp. 3000 = Rp. 600.000
100 buku x Rp. 2500 = Rp. 250.000
Total HPP: Rp. 600.000 Rp. 250.000 = Rp. 850.000
Sisa Persediaan:
50 unit dari pembelian 10 Januari dan 100 pembelian dari tanggal 1 Januari.
50 buku x Rp. 2500 = Rp. 125.000
100 buku x Rp. 2000 = Rp. 200.000
Maka, nilai sisa persediaan adalah = Rp. 125.000 Rp. 200.000 = Rp. 325.000
Metode rata-rata tertimbang menggunakan harga rata – rata dari seluruh pembelian untuk menghitung nilai persediaan dan harga pokok penjualan.
Masih menggunkan soal di atas, mari lihat ilustrasi cara menghitung metode rata rata tertimbang:
Total persediaan sebelum penjualanHarga pokok penjualan (HPP)
Nilai persediaan akhirnya adalah = (Total buku – Total penjualan) x harga rata – rata = (450 – 300) x Rp. 2.611 = Rp. 391.650.
Itulah cara menghitung persediaan akhir barang dengan metode FIFO, LIFO, dan Average. Sobat Folio dapat memilih menggunakan metode mana yang ingin dipakai. Di samping itu, terdapat metode lain yang dapat digunakan untuk mencari nilai persediaan barang lain. Simak artikel ini yuk: Cara Perhitungan Persediaan Akhir Barang dengan 3 Metode Lain.